Banyak hal dalam hidup ini yang kita idam idamkan. Entah itu kebutuhan semata atau kebutuhan maya, cita cita, bahkan keinginan yang sangat mendalam. Semua itu wajar, dan manusiawi. Lalu dalam pikiran ia mulai membayang bayangkan keinginannya itu tercapai. Semua yang ada di kepalanya adalah hal terindah jika keinginan atau peristiwa itu tercapai. Senang sekali, tergores dari senyuman mulut dan hitamnya bola mata memandang ke atas.
Tapi, ada hal
yang ia Lupa. Ia hanya memikirkan keindahan dan keuntungannya saja. Ia lupa
bahwa juga akan ada masalah dan kesulitan di sana. Nafsunya menutupi pikiran
sehatnya. Atau, bisa dikatakan pula akal sehatnya berusaha menutup-nutupi
kejadian paling buruk yang harusnya diketahui.
Khayalannya itu
dibangun dari informasi-informasi yang ia dapat. Dari berita di Internet, mulut
lingkungan sekitar, dan dibumbui daya kreativitas akalnya yang luar biasa itu.
Menggebu gebu, ambisius, dan prestisius.
Ia hidup
dilingkungan yang minim pendidikan. Tapi ia punya sedikit kepintaran yang mengantarkannya
untuk bisa duduk di suatu SMA favorit di kota itu. Euforia hanya sementara,
seminggu, sebulan, atau paling lama mungkin satu semester. Dan, ia menyadari
apa yang orang-orang kata di luar sana tentang sekolah itu terlalu tinggi
prasangkanya.
Tidak hanya itu,
singkat cerita dalam hidupnya ia masuk Universitas bergengsi di Negrinya, kata
orang orang. Tapi lagi-lagi ia paham, itu tidak sesuai ekspektasi orang diluar
sana dan dirinya sesaat sebelum mengenakan jas almamater dan duduk di bangku
Kuliah itu. Pun juga tentang kehidupan, sosial, akademik, dan hubungan lainnya.
Sudah tahu kalau masuk kuliah itu banyak masalahnya. Masalah keuangan, banyak Tugas, Beban pikiran, Berdinamika ini dan itu. Tapi masih saja ia masuk dalam lobang yang sama. Karena semua telah tertutup oleh ego dan ambisi dari hayalan yang dibangunnya selama sekolah.
Pernah terpatik
pula dipikirannya, apa yang ia presepsikan terlalu jauh dari kenyataan. Jauh di
bawahnya, maka ia khawatir jangan jangan kehidupan yang lebih serius jauh dari
apa yang ia dapatkan ceritanya dari buku-buku, mulut orang, dan lainnya. Seperti
Kerja, Nikah, Keluarga, dan hal yang terkesan penting lainnya.
Ia punya jabatan
yang oleh orang dianggap prestisius, tapi ia menganggap biasa-biasa saja,
banyak yang masih berantakan dan jauh dari kata sempurna. Kadang ia bingung dan
tak tahu akan berbuat apa. Jangan jangan menjadi pejabat, pebisnis, dan
Presiden pun yang kita anggap luarbiasa, bisa menjadi hal biasa ketika kita
berada diposisi itu.
Sesuatu itu
berharga dalam dua kondisi. Yang pertama ketika ia belum bisa di dapatkan. Yang
kedua adalah ketika hal itu hilang.
“Yo muk ngene
ngene wae.” Atau dalam bahasa Indonesianya adalah ya hanya gini gini saja. Maka
sikap yang bijak yang bisa dilakukan adalah menghilangkan angan-angan yang
muncul di benak kita.
Istana pikiran. Setiap
hari ia terjebak dalam indahnya kehidupan dalam angannya. Ia lari dari kehidupan
yang sedang dijalaninya. Menurutnya, Khayalan lebih indah daripada kenyataan.
Kenyataan sangatlah pahit.
Begitulah
seterusnya ia menjalani perannya di dunia, sampai suatu ketika ia sadar. Ia
sadar bahwa pahit bukanlah suatu yang buruk. Apa parameter kalau pahit itu
tidak enak sedang yang manis pastilah enak. Apakah Tuhan tidak marah jika Rasa
Pahit yang Ia ciptakan dihinakan, direndahkan oleh manusia?
Ikut campur dalam
hal apa manusia sehingga berani mengecap bahwa pahit itu buruk? Jika hidup
memanglah dikau rasa pahit, maka Cintailah itu karena itu adalah Pemberian
kasih dari Yang Paling Mengasihimu. Cintailah sampai engkau tidak lagi
merasakan pahit. Sampai engkau lupa apa itu pahit.